Minggu, 15 Februari 2009

Andaikata Rasulullah Menjadi Tamu Kita

Andaikata Rasulullah Menjadi Tamu Kita

Bayangkan apabila Rasulullah dengan seijin Allah tiba-tiba muncul mengetuk pintu rumah kita. Beliau datang dengan tersenyum dan muka bersih di muka pintu rumah kita, Apa yang akan kita lakukan? Mestinya kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau erat-erat dan lantas mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kemudian kita tentunya akan meminta dengan sangat agar Rasulullah sudi menginap beberapa hari di rumah kita. Beliau tentu tersenyum........

Tapi barangkali kita meminta pula Rasulullah menunggu sebentar di depan pintu karena kita teringat Video CD rated R18+ yang ada di ruang tengah dan kita tergesa-gesa memindahkan dahulu video tersebut ke dalam.

Beliau tentu tetap tersenyum........

Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita pajang di ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke belakang secara tergesa-gesa.
Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang ada di ruang samping dan kita meletakkannya di ruang tamu.

Beliau tentu tersenyum.......

Bagaimana bila kemudian Rasulullah bersedia menginap di rumah kita? Barangkali kita teringat bahwa kita lebih hapal lagu-lagu barat daripada menghapal Shalawat kepada Rasulullah SAW.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui sedikitpun sejarah Rasulullah SAW karena kita lupa dan lalai mempelajarinya.

Beliau tentu tersenyum........

Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui satupun nama keluarga Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Indonesian Idols atau AFI.
Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi ruang shalat. Atau barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian yang pantas untuk berhadapan kepada Rasulullah.

Beliau tentu tersenyum........

Belum lagi koleksi buku-buku kita. Belum lagi koleksi kaset kita. Belum lagi koleksi karaoke kita. Kemana kita harus menyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita?
Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita tidak pernah ke masjid meskipun adzan berbunyi.

Beliau tentu tersenyum........

Barangkali kita menjadi malu karena pada saat Maghrib keluarga kita malah sibuk di depan TV.
Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk mencari kesenangan duniawi.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah menjalankan shalat sunnah.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang membaca Al-Qur'an.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal tetangga-tetangga kita.

Beliau tentu tersenyum.......

Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah menanyakan kepada kita siapa nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita.
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah bertanya tentang nama dan alamat tukang penjaga masjid di kampung kita.

Betapa senyum beliau masih ada di situ........

Bayangkan apabila Rasulullah tiba-tiba muncul di depan rumah kita. Apa yang akan kita lakukan? Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilahkan beliau masuk dan menginap di rumah kita?

Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.

Maafkan kami ya Rasulullah.........

Masihkah beliau tersenyum?

Senyum pilu, senyum sedih dan senyum getir........

Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata Rasulullah........

Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup merupakan suatu kombinasi kebahagiaan.

Jangan jadikan Penghalang sebagai hambatan, tetapi jadikan sebagai pendorong aktifitas.

Siapa yang mendiamkan saja kejahatan merajalela, dia itu membantu kejahatan!

Sehalus-halusnya musibah adalah ketika kedekatan kita denganNya perlahan-lahan terenggut dan itu biasanya ditandai dengan menurunnya kualitas ibadah.

-------

dudung.net

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [1]: Penciptaan Ruh Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [1]: Penciptaan Ruh Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Penciptaan Ruh Nabi Sall-Allahu ‘alayhi Wasallam

Saat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq, Ia pun menciptakan Haqiqat Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari Cahaya-Nya. Ia Subhanahu wa Ta’ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini keseluruhan alam, baik alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian memberitahu Muhammad akan Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih belum berbentuk apa-apa kecuali berupa ruh dan badan. Kemudian darinya (dari Muhammad) keluar tercipta sumber-sumber dari ruh, yang membuat beliau lebih luhur dibandingkan seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya pula ayah dari semua makhluq yang wujud. Dalam Sahih Muslim, Nabi (SAW) bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis Taqdir seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan tahun di sisi Allah adalah berbeda dari tahun manusia, peny.) sebelum Ia menciptakan Langit dan Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang telah tertulis dalam ad-Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab), adalah bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi. Al Irbadh ibn Sariya, berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.”

Maysara al-Dhabbi (ra) berkata bahwa ia bertanya pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.”

Suhail bin Salih Al-Hamadani berkata, “Aku bertanya pada Abu Ja’far Muhammad ibn `Ali radiy-Allahu ‘anhu, `Bagaimanakah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam bisa mendahului nabi-nabi lain sedangkan beliau akan diutus paling akhir?” Abu Ja’far radiy-Allahu ‘anhu menjawab bahwa ketika Allah menciptakan anak-anak Adam (manusia) dan menyuruh mereka bersaksi tentang Diri-Nya (menjawab pertanyaan-Nya, `Bukankah Aku ini Tuhanmu?’), Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam-lah yang pertama menjawab `Ya!’ Karena itu, beliau mendahului seluruh nabi-nabi, sekalipun beliau diutus paling akhir.”

Al-Syaikh Taqiyu d-Diin Al-Subki mengomentari hadits ini dengan mengatakan bahwa karena Allah Ta’ala menciptakan arwah (jamak dari ruh) sebelum tubuh fisik, perkataan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam “Aku adalah seorang Nabi,” ini mengacu pada ruh suci beliau, mengacu pada hakikat beliau; dan akal pikiran kita tak mampu memahami hakikat-hakikat ini. Tak seorang pun memahaminya kecuali Dia yang menciptakannya, dan mereka yang telah Allah dukung dengan Nur Ilahiah.

Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bahkan sebelum penciptaan Adam; yang Ia telah ciptakan ruh itu, dan Ia limpahkan barakah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam pada `Arasy Ilahiah, dan memberitahu para Malaikat dan lainnya akan penghargaan-Nya yang tinggi bagi beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Dus, Haqiqat Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam telah wujud sejak saat itu, meski tubuh ragawinya baru diciptakan kemudian. Al Syi’bi meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau menjawab, “ketika Adam masih di antara ruh dan badannya, ketika janji dibuat atasku.” Karena itulah, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah yang pertama diciptakan di antara para Nabi, dan yang terakhir diutus.

Diriwayatkan bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah satu-satunya yang diciptakan keluar dari sulbi Adam sebelum ruh Adam ditiupkan pada badannya, karena beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah sebab dari diciptakannya manusia, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah junjungan mereka, substansi mereka, ekstraksi mereka, dan mahkota dari kalung mereka.

`Ali ibn Abi Thalib karram-Allahu wajhahu dan Ibn `Abbas radiy-Allahu ‘anhu keduanya meriwayatkan bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Allah tak pernah mengutus seorang nabi, dari Adam dan seterusnya, melainkan sang Nabi itu harus melakukan perjanjian dengan-Nya berkenaan dengan Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam): seandainya Muhammad (SAW) diutus di masa hidup sang Nabi itu, maka ia harus beriman pada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan mendukung beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan Nabi itu pun harus mengambil janji yang serupa dari ummatnya.

Diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT menciptakan Nur Nabi kita Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, Ia Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan padanya untuk memandang pada nur-nur dari Nabi-nabi lainnya. Cahaya beliau melingkupi cahaya mereka semua, dan Allah SWT membuat mereka berbicara, dan mereka pun berkata, “Wahai, Tuhan kami, siapakah yang meliputi diri kami dengan cahayanya?” Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab, “Ini adalah cahaya dari Muhammad ibn `Abdullah; jika kalian beriman padanya akan Kujadikan kalian sebagai nabi-nabi.” Mereka menjawab, “Kami beriman padanya dan pada kenabiannya.” Allah berfirman, “Apakah Aku menjadi saksimu?” Mereka menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Apakah kalian setuju, dan mengambil perjanjian dengan-Ku ini sebagai mengikat dirimu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Maka saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”(QS 3:81).

Inilah makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: `Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hukmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’” (QS 3:81).

Syaikh Taqiyyud Diin al-Subki mengatakan, “Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan kepada Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa seandainya beliau diutus di zaman Nabi-nabi lain itu, maka risalah da’wah beliau pun harus diikuti oleh mereka. Karena itulah, kenabiannya dan risalahnya adalah universal dan umum bagi seluruh ciptaan dari masa Adam hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka adalah termasuk pula dalam ummat beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Jadi, sabda sayyidina Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku telah diutus bagi seluruh ummat manusia,” bukan hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari Pembalasan, tapi juga meliputi mereka yang hidup sebelumnya. Hal ini menjelaskan lebih jauh perkataan beliau, “Aku adalah seorang Nabi ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.” Berpijak dari hal ini, Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula jelas saat malam Isra’ Mi’raj, saat mana para Nabi melakukan salat berjama’ah di belakang beliau (yang bertindak selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas nanti di Akhirat, saat seluruh Nabi akan berkumpul di bawah bendera beliau.

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [2]: Penciptaan Tubuh Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [2]: Penciptaan Tubuh Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Penciptaan Tubuh Suci Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam (bagian 1)

Ka’ab al Ahbaar radhiy-Allahu ‘anhu mengatakan, “Ketika Allah SWT menginginkan untuk menciptakan Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Ia memerintahkan Malaikat Jibril untuk membawa kepada-Nya tanah liat yang menjadi jantung dari bumi, yang menjadi kemegahan dan cahayanya. Jibril pun turun, ditemani beberapa malaikat dari Tempat Tertinggi di Surga. Ia mengambil segenggam tanah untuk penciptaan Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam dari suatu tempat yang kini menjadi makam suci beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam; tanah itu berkilau putih cerah. Kemudian ia meremas dan mengadon tanah itu dengan air ciptaan terbaik dari Air Terjun Surgawi Tasniim, yang berada dalam sungai-sungai jernih yang mengalir di Surga. Ia mengadoninya sampai tanah itu menjadi suatu mutiara putih dengan pancaran warna putihnya yang cemerlang. Para malaikat membawanya, mengelilingi ‘Arasy Surgawi dan gunung-gunung dan samudera. Dengan begitu, para malaikat dan seluruh makhluq menjadi tahu akan keberadaan junjungan kita Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan kehormatan beliau; sebelum mereka mengetahui Adam.”

Ibn ‘Abbas radhiy-Allahu ‘anhumengatakan, “Asal usul dari tanah liat Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam adalah dari pusat bumi, di Makkah, di titik di mana Ka’bah berdiri. Karena itu pula, Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam menjadi asal usul penciptaan, dan semua makhluq ciptaan adalah pengikut-pengikut beliau.”

Pengarang Awarif al Ma’arif [al-Suhrawardi], berkata bahwa ketika Banjir meluap, menebarkan busa ke seluruh penjuru, esensi dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam berhenti hingga ke suatu tempat di dekat tanah kubur beliau di Madinah, sehingga beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam menjadi seseorang yang termasuk dalam Makkah maupun Madinah.

Diriwayatkan bahwa ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihissalam, Ia Subhanahu Wa Ta’ala mengilhamkan kepada Adam untuk bertanya, “Wahai Tuhan, mengapakah Engkau memberiku nama panggilan, Abu Muhammad (ayah dari Muhammad)?” Allah menjawab, “Wahai Adam, angkat kepalamu.” Adam pun mengangkat kepalanya dan ia melihat cahaya dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam dalam kanopi ‘Arsy. Adam kemudian bertanya lagi, “Wahai Tuhan, cahaya apakah ini?” Allah menjawab, “Ini adalah cahaya dari seorang Nabi keturunanmu. Namanya di Surga adalah Ahmad, dan di Bumi namanya Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam. Jika bukan demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakan dirimu, tidak pula Langit, tidak pula Bumi.”

‘Abd al-Razzaq meriwayatkan, dari Jabir bin ‘Abdullah radhiy-Allahu ‘anhu, bahwa ia berkata, “Ya RasulAllah, semoga ayahku dan ibuku dikorbankan demi dirimu, ceritakan padaku tentang hal pertama yang Allah ciptakan, sebelum yang lain-lainnya.” Beliau menjawab, “Wahai Jabir, Allah menciptakan, sebelum apa pun yang lain, cahaya Nabimu dari cahaya-Nya. Cahaya itu mulai bergerak ke mana pun Allah kehendaki dengan Qudrat Ilahiah Allah. Pada saat itu belum ada Tablet (Lauh) belum pula Pena; belum ada Surga maupun Neraka, tidak ada malaikat; tidak ada Langit, tidak pula Bumi; tak ada Matahari maupun Bulan, tak ada Jinn ataupun manusia. Ketika Allah ingin untuk menciptakan makhluq-Nya, Ia membagi cahaya itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan Pena, dari yang kedua, Tablet (Lauh), dan dari yang ketiga, ‘Arasy. Kemudian, Ia membagi bagian keempat menjadi empat bagian: bagian pertama membentuk para pembawa ‘Arasy, bagian kedua menjadi penunjang kaki ‘Arasy, dan dari bagian ketiga Ia menciptakan malaikat-malaikat lainnya. Ia kemudian membagi bagian keempat menjadi empat bagian lagi: Ia menciptakan langit dari bagian pertama, bumi-bumi dari bagian kedua, Surga dan Neraka dari bagian ketiga. Kemudian Ia membagi lagi bagian keempat sisanya menjadi empat bagian: menciptakan cahaya firasat orang-orang beriman dari bagian pertama, cahaya kalbu-kalbu mereka(yaitu ma’rifat Allah) dari bagian kedua, dan dari bagian ketiga Ia ciptakan cahaya kesenangan dan kegembiraan (Uns, yaitu Laa ilaha illa Allah, Muhammadun Rasuulullah).

Suatu riwayat lain dari ‘Ali ibn Al-Husain radhiy-A llahu ‘anhu dari ayahnya [yaitu Husain ibn 'Ali ibn Abi Talib, peny.] radhiy-Allahu ‘anhu, dari kakeknya [yaitu 'Ali ibn Abi Talib] karram-Allahu wajhahu, dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Aku adalah suatu cahaya di hadapan Tuhanku, empat belas ribu tahun sebelum penciptaan Adam.” Telah pula diriwayatkan bahwa ketika Allah menciptakan Adam ‘alaihissalam, Ia Subhanahu Wa Ta’ala menaruh cahaya itu di punggung Adam, dan cahaya itu biasa berkilau dari bagian depannya, menelan seluruh sisa cahayanya. Kemudian Allah menaruh cahaya itu ke ‘Arasy Kekuasaan-Nya, dan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya membawanya di pundak mereka, dan memerintahkan mereka pula untuk membawa Adam berkeliling di Langit dan mempertunjukkan padanya keindahan-keindahan Kerajaan-Nya.

Ibn ‘Abbas radhiy-Allahu ‘anhu berkata, Penciptaan Adam adalah pada hari Jumat di sore hari. Allah kemudian menciptakan baginya Hawa’, istrinya, dari satu tulang rusuk kirinya ketika ia sedang tertidur. Saat ia bangun dan melihat Hawa’, Adam merasa tentram dengannya, dan ia mulai merentangkan tangannya ke Hawa’. Malaikat berkata, “Berhenti, Adam.” Adam berkata, “Kenapa, tidakkah Allah menciptakannya untukku?” Mereka menjawab, “Tidak boleh hingga kau membayar mas kawin padanya”. Adam bertanya, “Apa mas kawinnya?” Para Malaikat menjawab, “Dengan membaca salawat atas Muhammad tiga kali.” [dan dalam riwayat lain, dua puluh kali].

Telah pula diriwayatkan bahwa ketika Adam ‘alaihissalam meninggalkan Surga, ia melihat tertulis di kaki ‘Arasy dan di setiap titik dalam Surga, nama Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam di samping nama Allah. Adam bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah Muhammad?” Allah menjawab, “Dia adalah anakmu, yang jika seandainya tidak demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakanmu.” Kemudian Adam berkata, “Wahai Tuhan, demi anak ini, karuniakanlah rahmat pada ayahnya.” Allah memanggil, “Wahai Adam, seandainya engkau akan bersyafa’at melalui Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bagi seluruh penduduk Langit dan Bumi, Kami akan kabulkan permohonan syafa’atmu.”

‘Umar Ibn al-Khattab radhiy-Allahu ‘anhu berkata bahwa Sayyidina Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketika Adam berbuat dosa, ia berkata, ‘Ya Allah, aku memohon kepadamu demi Muhammad untuk mengampuniku.’ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman padanya, ‘Bagaimana dirimu tahu akan Muhammad padahal Aku belum menciptakannya?’ Adam menjawab, ‘Karena ketika Engkau, Ya Tuhanku, menciptakanku dengan Tangan-Mu, dan meniupkan padaku dari Ruh-Mu, aku memandang ke atas dan melihat tertulis di kaki-kaki ‘Arasy, Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasuulullah. Aku tahu bahwa Engkau tidak akan menaruh suatu nama di samping Nama-Mu, melainkan pastilah itu adalah nama seseorang yang paling Kau-cintai dari makhluq-Mu.’ Allah berfirman, ‘Oh, Adam, kau telah mengatakan kebenaran: dialah yang paling Kucintai di antara makhluq ciptaan-Ku. Dan karena engkau telah memohon pada-Ku demi dirinya, engkau kuampuni. Seandainya tidak untuk Muhammad, Aku tak akan menciptakanmu. Dialah penutup para Nabi dari keturunanmu.’”

Dalam Hadits Salman radhiy-Allahu ‘anhu, diriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam turun menemui Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Tuhanmu mengatakan, ‘Jika Aku telah menjadikan Ibrahim sebagai yang Ku-cintai, sahabat dekat (khalil), Aku pun menganggapmu demikian. Tak pernah Ku-ciptakan makhluq apa pun yang lebih berharga bagi-Ku daripada dirimu, dan telah Ku-ciptakan dunia ini dan penduduknya dengan maksud untuk membiarkan mereka mengetahui kehormatanmu dan mengetahui arti keberadaanmu bagi-Ku; dan seandainya tidak untukmu, tidaklah Kuciptakan dunia ini’”.

bersambung…

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [3]: Penciptaan Tubuh Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [3]: Penciptaan Tubuh Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Penciptaan Tubuh Suci Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam (bagian 2)

Hawa’ ‘alaihassalam melahirkan empat puluh anak dari Adam ‘alaihissalam, dalam dua puluh kali kelahiran; tetapi ia melahirkan Seth [atau Syits] ‘alaihissalam secara terpisah, sebagai kehormatan bagi junjungan kita Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, yang cahayanya berpindah dari Adam ke Seth. Sebelum wafatnya, Adam menitipkan pemeliharaan anak-anaknya kepada Seth, dan ia pun, sebagai gilirannya, mempercayakan pada anak-anak tersebut, wasiat dari Adam: untuk menaruh cahaya itu hanya pada wanita yang suci. Wasiat ini berlanjut, abad demi abad, sampai Allah memberikan cahaya itu kepada Abdul Muttalib dan putranya, Abdullah. Dengan cara inilah, Allah menjaga kemurnian silsilah tanpa cela dari Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dari perzinahan orang-orang bodoh.

Ibn ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu berkata, “Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tak satu pun perzinahan jahil menyentuh kelahiranku. Aku dilahirkan tidak lain hanya dengan pernikahan Islam.’”

Hisyam ibn Muhammad Al-Kalbi meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Aku menghitung bagi (silsilah) Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam ada lima ratus ribu ibu, dan tak kutemukan di antara mereka satu jejak pun perzinahan, atau apa pun dari interaksi orang-orang bodoh.”

Ali radiyAllahu ‘anhu berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku datang dari pernikahan, aku tidak datang dari perzinahan; dari Adam hingga diriku dilahirkan dari ayah dan ibuku, tak satu pun perzinahan orang jahil yang menyentuh diriku.”

Ibn ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang tua moyangku tak pernah melakukan perzinahan. Allah menjaga memindahkanku dari sulbi yang baik ke rahim yang suci, murni dan tersucikan; kapan saja ada dua jalan untuk berpindah, aku menuju ke yang terbaik di antara mereka.”

Anas radiyAllahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam membaca, “La qad jaa-akum Rasuulum min Anfusikum” [QS. 9:128], dan bersabda, “Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam silsilahku, dalam hubungan-hubungan-ku dan nenek moyangku: tak ada perzinahan pada ayah-ayahku dalam setiap tingkat hingga ke Adam.”

‘Aisyah radiyAllahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bahwa Jibril ‘alaihissalam berkata, “Aku telah meneliti Bumi dari timur ke barat, dan tak kutemui seorang manusia pun yang lebih baik dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dan tak kutemui seorang anak laki-laki dari ayah mana pun yang lebih baik dari anak-anak Hasyim (Bani Hasyim).”

Dalam Sahih Al-Bukhari, Abu Hurairah radiyAllahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku telah diutus dari generasi terbaik dari Anak-anak Adam, satu demi satu hingga aku mencapai keadaanku sekarang ini.”

Dalam Sahih Muslim, Watsila ibn al-Aska’ meriwayatkan bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah telah memilih Kinana dari anak-anak Isma’il, dan Quraisy dari Kinana, dan dari Quraish, anak-anak Hasyim, dan akhirnya memilihku dari Bani Hasyim.”

Al ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu berkata Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah menciptakan makhluq, dan menempatkanku dalam kelompok-kelompok terbaik, dan yang terbaik dari dua kelompok; kemudian Ia memilih suku, dan menaruhku pada yang terbaik di antara keluarga-keluarga mereka. Karena itulah, aku memiliki kepribadian terbaik, ruh dan sifat terbaik, dan memiliki asal-usul terbaik di antara mereka.”

Ibn ‘Umar radiyAllahu ‘anhu berkata bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah memeriksa ciptaan-Nya dan memilih Bani Adam (manusia) dari mereka; Ia memeriksa Bani Adam dan memilih orang-orang Arab darinya; Ia memeriksa kaum Arab dan memilihku dari antara mereka. Karenanya, aku selalu menjadi yang terpilih di antara yang terpilih. Lihatlah, orang-orang yang mencintai kaum Arab, adalah karena cinta kepadaku hingga mereka mencintai kaum Arab, dan mereka yang membenci kaum Arab, adalah karena mereka membenciku hingga mereka pun membenci Arab.”

Ketahuilah bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam tidaklah terkait (memiliki) secara langsung pada saudara laki-laki atau perempuan siapa pun dari orang tua-orang tuanya; beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam adalah anak satu-satunya meraka dan silsilah mereka berhenti pada beliau. Dengan begitu, beliau secara eksklusif ‘memegang penuh’ suatu silsilah yang Allah (SWT)inginkan menjadi yang tertinggi yang dapat dicapai suatu kenabian, dan yang memegang puncak kehormatan.

Jika Anda memeriksa status silsilah beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan mengetahui kesucian kelahiran beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Anda akan yakin bahwa silsilah beliau adalah suatu keturunan dari ayah-ayah yang terhormat, karena beliau adalah Al-Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al ‘Arabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Abtahi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Harami sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Hasyimi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Quraisyi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, elite dari Bani Hasyim, seseorang yang telah dipilih dari suku-suku terunggul bangsa Arab, dari silsilah terbaik, keturunan paling mulia, cabang yang paling subur, pilar tertinggi, asal usul terbaik, akar-akar terkuat, memiliki lidah terfasih, gaya bicara terhalus, derajat kebajikan) yang paling memberatkan, iman paling sempurna, persahabatan paling kuat, kaum kerabat paling terhormat dari kedua pihak orang tua, dan dari tanah Allah yang paling mulia. Beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam memiliki banyak nama dan yang paling terkemuka adalah Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam ibn (putra) Abdullah. Beliau juga adalah putra Abdul Muttalib, yang namanya adalah Syaybat-ul Hamd, anak Hasyim, yang namanya adalah Amr; anak dari Abd Manaaf, yang namanya adalah al-Mughiirah, anak dari Qusai, yang namanya adalah Mujammi’, anak dari Kilaab, yang namanya Hakiim, ibn Murra, ibn Ka’b (dari suku Quraisy), ibn Lu’ai, ibn Ghalib, ibn Fihr, yang namanya adalah Kinana, ibn Khuzaima, ibn Mudrika, ibn Ilias, ibn Mudhar, ibn Nizar, ibn Ma’add, ibn Adnan.

Ibn Dihia berkata, “Para ulama setuju dan kesepakatan ulama adalah bukti bahwa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan silsilah beliau hingga Adnan, dan tidak menyebutkan di atas itu.”

Ibn ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu meriwayatkan bahwa kapan saja Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam menyebutkan silsilahnya beliau tak pernah menyebut di atas Ma’add, ibn Adnan, dan akan berhenti, dengan mengatakan, “Para genealogis (ahli silsilah) telah berbohong.” Beliau akan mengulangi ucapannya itu dua atau tiga kali. Ibn ‘Abbas juga berkata, “Di antara Adnan dan Isma’il ada tiga puluh ayah yang tak diketahui [namanya, red.].”

bersambung…

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [4]: Penciptaan Tubuh Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [4]: Penciptaan Tubuh Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Penciptaan Tubuh Suci Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam (bagian 3)

Ka’b al-Ahbaar radiyAllahu ‘anhu berkata, “Ketika cahaya Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam sampai pada Abdul Muttalib, dan dia telah mencapai usia kedewasaan, dia tidur suatu hari di halaman Ka’bah; ketika ia bangun, matanya terhitamkan dengan antimony (kohl), rambutnya terminyaki, ia terhiasi dengan jubah yang indah dan cantik. Ia terkejut, tak mengetahui siapa yang telah melakukan hal itu padanya. Ayahnya menggapai tangannya dan segera membawanya ke tukang ramal Quraisy; mereka menasihatinya untuk menikah, dan ia pun menikah. Bau dari misik terbaik biasa memancar keluar dari dirinya, dengan Nur (cahaya) dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam berkilauan dari dahinya. Kapan saja terjadi kekeringan, kaum Quraisy biasa membawanya ke Gunung Tsabiir, dan berdoa kepada Allah melalui dirinya memohon Allah untuk menurunkan hujan. Allah akan menjawab doa mereka dan menurunkan hujan karena barakah dari Nur Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam.”

Ketika Abrahah, raja Yaman datang untuk menghancurkan rumah suci (Ka’bah) dan kabar tentang ini sampai ke kaum Quraisy, Abd al-Muttalib berkata pada mereka, “Ia tak akan sampai ke Rumah ini, karena Rumah ini di bawah perlindungan Tuhannya.” Dalam perjalanannya ke Makkah, Abrahah menjarah unta-unta dan domba kaum Quraisy, di antaranya empat ratus unta betina milik Abd Al-Muttalib. Ia dan banyak dari kaum Quraisy pergi ke Gunung Tsabiir. Setelah mendaki gunung tersebut, cahaya dari NabiyAllah sall-Allahu ‘alaihi wasallam muncul dalam bentuk suatu lingkaran di dahinya seperti sebuah bulan sabit, dan sinarnya terpantulkan ke Rumah Suci Ka’bah. Ketika ‘Abdul Muttalib melihat hal itu, ia berkata, “Wahai, kaum Quraisy, engkau boleh kembali sekarang, sudah aman. Demi Allah, kini cahaya ini telah membentuk suatu lingkaran pada diriku, tak ada keraguan bahwa kemenangan menjadi milik kita.”

Mereka kembali ke Makkah, di mana mereka bertemu seorang laki-laki yang diutus Abrahah. Saat melihat wajah ‘Abdul Muttalib, laki-laki tersebut tertegun, lidahnya tergagap-gagap. Ia pun pingsan, sambil melenguh seperti lembu jantan yang tengah disembelih. Ketika ia sadar kembali, ia pun jatuh bersujud kepada Abdul Muttalib, sambil berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Pemimpin Kaum Quraisy.”

Telah diriwayatkan pula bahwa ketika Abdul Muttalib muncul di depan Abrahah, gajah putih yang besar dalam pasukannya melihat ke wajah Abdul Muttalib dan jatuh berlutut seperti seekor unta, dan jatuh bersujud. Allah membuat gajah tersebut berbicara, berkata, “Keselamatan bagi cahaya di sulbimu, wahai Abd al-Muttalib.” Ketika pasukan Abrahah mendekat untuk menghancurkan Ka’bah suci, gajah tadi berlutut kembali. Mereka memukulinya kepalanya dengan hebat untuk membuatnya berdiri, yang tak mau ia lakukan. Tetapi, ketika mereka memutarnya menuju Yaman, ia pun berdiri. Kemudian Allah mengirimkan untuk melawan mereka, armada-armada burung dari lautan, setiap ekor dari mereka membawa tiga batu: satu dalam paruhnya, dan satu dalam setiap cakar kakinya. Batu-batu itu memiliki ukuran seperti miju-miju, dan jika satu batu mengenai seorang prajurit, prajurit itu akan terbunuh. Pasukan Abrahah lari tunggang langgang. Abrahah sendiri terserang suatu penyakit. Ujung jari-ujung jarinya terlepas, satu demi satu. Tubuhnya mengeluarkan darah dan nanah, dan akhirnya jantungnya terbelah, dan ia pun tewas.

Peristiwa inilah yang diacu oleh Allah ketika Ia berfirman pada Nabi-Nya sall-Allahu ‘alaihi wasallam, mengatakan, “Tahukah engkau bagaimana Tuhanmu memperlakukan Pasukan Gajah…” (QS Al-Fiil:1-5). Peristiwa ini adalah suatu tanda akan martabat dari junjungan kita, Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dan suatu tanda akan kenabiannya, dan kedudukannya. Peristiwa ini juga menunjukkan kehormatan yang dikaruniakan pada masyarakatnya, dan bagaimana mereka dilindungi, yang membuat kaum Arab menyerah pada mereka, dan percaya pada kemuliaan dan keunggulan mereka, karena adanya perlindungan Allah atas diri mereka dan pembelaan-Nya pada mereka melawan plot dari Abrahah yang seakan-akan tak terkalahkan.

Tamat untuk Penciptaan Tubuh Suci Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [5]: Pembuahan

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [5]: Pembuahan

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Pembuahan Nabi Tercinta sall-Allahu ‘alayhi wasallam

Suatu ketika, saat sedang tertidur di halaman Ka’bah setelah Allah menyelamatkan Abdul Muttalib dari serangan Abrahah, ia melihat suatu mimpi yang menakjubkan. Ia pun terbangun ketakutan, dan mendatangi para peramal Quraisy, untuk menceritakan mimpinya. Mereka pun berkata padanya, “Mimpi itu adalah mimpi yang benar, akan muncul dari sulbimu seseorang yang seluruh penduduk Langit dan Bumi akan percaya padanya, dan seseorang yang akan menjadi sangat terkenal.” Saat itu, Abdul Muttalib menikahi Fatimah, dan ia mengandung ‘Abdullah. Dari Al Zabiih (RA), yang ceritanya amat masyhur.

Beberapa tahun kemudian, saat mereka pulang kembali ke rumah setelah
mengorbankan seratus ekor unta sebagai qurban untuk menyelamatkan
hidupnya, ‘Abdullah (RA) dan ayahnya melewati seorang peramal Yahudi
bernama Fatima. Ketika ia memandang wajah ‘Abdullah (RA), yang saat
itu adalah seorang laki-laki paling tampan dalam suku Quraisy, ia
berkata, “Aku akan berikan padamu unta-unta sejumlah yang sama
dengan yang telah diqurbankan untukmu, jika kau mau berhubungan badan
denganku sekarang.” Peramal wanita itu berkata seperti ini karena ia
melihat di wajah ‘Abdullah, cahaya kenabian (nuur Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan
ia berharap ialah yang akan mengandung nabi termulia ini. ‘Abdullah
(RA) menjawab,

“Berkenaan dengan haram, kematian adalah lebih utama,

dan aku tidak melihat satu halal pun dalam pandangan,

dan tentang apa yang kau minta,

seorang yang terhormat haruslah menjaga kehormatan dan agamanya.”

Pada hari berikutnya, ‘Abdul Muttalib membawa ‘Abdullah untuk
bertemu dengan Wahab ibn Abd Manaaf, yang merupakan pimpinan dari
Bani Zuhra, tuan mereka dalam silsilah dan asal usul. ‘Abdul
Muttalib menikahkan ‘Abdullah (RA) dengan putri Wahab, Aaminah (RA),
yang merupakan wanita terbaik dalam suku Quraisy, baik dalam silsilah
maupun kelahirannya. Mereka menjadi suami dan istri di hari Senin, di
salah satu hari Mina, di suatu jalan gunung milik Abu Talib. Dan
Aminah pun mengandung Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

Pada hari berikutnya, ‘Abdullah (RA) pergi keluar dan melewati
wanita yang pernah melamarnya sebelumnya. ‘Abdullah bertanya
padanya, “Mengapa kau tidak menawarkan padaku hal apa yang pernah
kau tawarkan padaku kemarin?” Wanita itu menjawab, “Cahaya yang kau
bawa kemarin telah meninggalkanmu; karena itu, aku tak membutuhkanmu
lagi hari ini. Aku sempat berharap untuk memiliki cahaya itu dalam
diriku, tapi Allah menghendakinya untuk ditaruh di tempat yang lain.”

Begitu pembuahan Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam terjadi, begitu banyak pula keajaiban mulai
terjadi pada Aminah. Sahl ibn ‘Abdullah al-Tustari berkata, “Saat
Allah menciptakan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam dalam rahim ibunya, di suatu malam
Jumat dalam bulan Rajab, Allah SWT memerintahkan Ridwan, Penjaga
Surga-surga, untuk membuka Surga Tertinggi. Seorang penyeru
mengumumkan di seluruh Langit dan Bumi bahwa cahaya tersembunyi yang
akan membentuk Sang Nabi Pembimbing akan berdiam, pada malam itu
juga, dalam rahim ibunya, di mana penciptaannya akan disempurnakan.
Diwahyukan pula bahwa ia akan muncul sebagai seorang pembawa kabar
gembira dan sebagai pemberi peringatan.”

Diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbaar (RA), bahwa pada malam pembuahan
Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam tersebut, diumumkan di Langit dan seluruh tingkatannya, dan
juga di bumi dan segenap sudutnya, bahwa cahaya tersebunyi, dari mana
sang Nabiyallah sall-Allahu ‘alayhi wasallam diciptakan, akan mendiami rahim Aminah.

Juga, pada hari itu pula, seluruh berhala-berhala di muka bumi
terbalik atas ke bawah. Suku Quraisy yang tadinya menderita karena
kekeringan yang parah dan penderitaan yang berat, melalui peristiwa
yang barakah ini, bumi menjadi hijau dan pohon-pohon pun berbuah, dan
barakah datang pada mereka dari segala arah. Karena tanda-tanda
barakah ini, tahun saat mana Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam dibuahkan dikenal sebagai
Tahun Kemenangan dan Kebahagiaan.

Ibn Ishaq meriwayatkan bahwa Aaminah (RA) biasa mengatakan bagaimana
ia telah dikunjungi oleh para malaikat ketika ia sedang hamil dan
mengandung Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dan ia diberitahu, “Engkau sedang mengandung
seorang Tuan Pemimpin dari Ummat ini.” Aminah pun berkata, “Aku tak
pernah merasakan bahwa diriku tengah hamil dan mengandungnya, dan aku
tak pernah mengalami kesulitan-kesulitan atau mengidam makanan
seperti yang dialami wanita lainnya; aku hanya memperhatikan bahwa
haidku telah berhenti. Suatu saat, seorang malaikat datang kepadaku
di saat aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, dan ia berkata,
‘Apakah engkau merasa bahwa dirimu tengah mengandung Penghulu
seluruh manusia?’, lalu ia pun meninggalkanku. Saat waktu kelahiran
makin mendekat, ia datang lagi dan berkata, ‘Katakanlah: Aku memohon
perlindungan baginya dengan Yang Esa dari kejahatan setiap orang yang
dengki, dan menamainya Muhammad.’ ”

Ibn ‘Abbas (RA) berkat, “Salah satu di antara mu’jizat-mu’jizat
pembuahan Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah pada malam itu, setiap ekor hewan-hewan
milik Quraisy berbicara dan mengatakan, ‘Demi Tuhan dari Ka’bah,
Utusan Allah telah dibuahkan pada rahim ibunya. Dialah pemimpin alam
dan cahaya dari penghuni-penghuninya. Tak ada satu pun singgasana
milik raja mana pun di dunia ini yang tidak terbalik atas ke bawah
pada malam ini.’ Hewan-hewan liar dari timur bergegas menemui hewan-
hewan liar di barat menyampaikan kabar gembira ini, dan seperti itu
pula penghuni lautan dan samudera memberi salam satu sama lain.
Setiap hari pada bulan pembuahan beliau ini, ada suatu seruan di
Langit dan Bumi: ‘Bergembiralah, telah dekat waktunya ketika Abul
Qasim akan muncul, terberkati dan beruntung.’”

Riwayat yang lain mengatakan bahwa pada malam itu, setiap dan seluruh
rumah tercahayai, dan cahaya itu mencapai tempat mana pun dan setiap
serta seluruh hewan pun berbicara.

Abu Zakariyya Yahia ibn Aa’its mengatakan, “Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam tinggal
dalam rahim ibunya selama sembilan bulan penuh, saat mana ibunya tak
pernah mengeluh sakit atau apa pun yang biasa dialami wanita hamil.
Ibunya biasa berkata, ‘Aku tak pernah melihat kehamilan yang lebih
mudah daripada yang ini, atau yang lebih barakah.’”

Ketika Aaminah (RA) berada dalam bulan kedua kehamilannya, ‘Abdullah
wafat di Madinah di antara paman-pamannya dari Bani Al Najjar, dan ia
dimakamkan di Al Abwa’. Diriwayatkan pula bahwa ketika ‘Abdullah RA
wafat, para malaikat berkata, “Wahai, Tuhan dan Raja kami, Nabi-Mu
telah menjadi seorang yatim.” Allah berfirman, “Aku-lah Pelindung
dan Pendukungnya.”

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [6]: Kelahiran Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [6]: Kelahiran Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Kelahiran Ajaib dari Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam (bagian 1)

Amr ibn Qutaiba mendengar ayahnya, yang merupakan seseorang yang amat
berilmu, mengatakan, “Ketika saatnya tiba bagi Aminah untuk
melahirkan, Allah berfirman kepada para Malaikat, ‘Bukalah seluruh
pintu-pintu Langit, dan pintu-pintu Surga.’
Matahari pada hari itu
bersinar dengan cahaya yang agung, dan pada tahun itu pula Allah SWT
mengizinkan seluruh wanita di Bumi untuk mengandung anak laki-laki,
demi kehormatan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.”

Ibn ‘Abbas (RA) berkata bahwa Aminah RA pernah meriwayatkan sebagai
berikut, “Seorang Malaikat datang kepadaku dalam suatu mimpi selama
bulan keenam kehamilanku dan berkata padaku, ‘Wahai, Aaminah, engkau
tengah mengandung seseorang yang terbaik dari seluruh alam. Jika kau
telah melahirkannya, beri nama dia Muhammad, dan jagalah ini sebagai
rahasia.’
Saat aku mulai mengalami rasa sakit dalam proses
melahirkan, tak seorang pun tahu bahwa aku berada di rumah sendirian,
termasuk Abd Al-Muttalib yang tengah melakukan thawaf mengelilingi
Ka’bah. Aku mendengar suara keras yang membuatku takut. Kemudian,
aku melihat apa yang nampak seperti sayap dari seekor burung putih,
menggosok kalbu (jantung)-ku, menghilangkan seluruh rasa takut, dan
seluruh rasa sakit yang kurasakan hilang. Di hadapanku muncul suatu
minuman putih yang kemudian kuminum, dan setelah itu muncul suatu
cahaya terang yang jatuh padaku dan aku dikelilingi oleh beberapa
wanita, tinggi bagai pohon-pohon palem, yang terlihat seperti wanita-
wanita Abd Manaf. Aku terpesona, dan berpikir, ‘Ooh, bagaimanakah
mereka tahu akan diriku?’ Mereka berkata padaku, ‘Kami adalah
‘Asiyah, istri Fir’aun, dan Maryam, putri Imran.’
Kondisi tubuhku
makin memuncak (menuju kelahiran), dan aku dapat mendengar suara
dentuman yang makin mengeras dan makin menakutkan jam demi jam.
Ketika aku sedang mengalami hal-hal ini, tiba-tiba kulihat selembar
kain sutra putih terentang di antara Langit dan Bumi, dan mendengar
seseorang berkata, ‘Sembunyikan dirinya (bayi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam) hingga
tak seorang pun dapat melihatnya.’
Aku melihat beberapa orang laki-
laki berdiri di udara dengan kendi-kendi perak di tangan mereka. Aku
melihat sekelompok burung-burung memenuhi kamarku, masing-masing
memiliki paruh emerald dan sayap-sayap rubi. Kemudian Allah SWT
mengangkat tirai hijab dari penglihatanku, dan aku menyaksikan
seluruh Bumi di Timur dan Barat, dan tiga spanduk ditegakkan; satu di
Timur, satu di Barat, dan satu di atap Ka’bah. Kemudian aku pun
melahirkan Muhammad. Segera ia bersujud, mengangkat kedua tangannya
ke Langit seakan-akan sedang memohon dengan rendah hati. Kemudian aku
melihat suatu awan putih datang dari Langit yang menaunginya dan
menyebabkannya hilang dari pandanganku, dan aku mendengar suatu suara
yang menyeru, ‘Bawa dia berkeliling ke segenap penjuru bumi, timur
dan barat, dan ke dalam lautan dan samudera, sehingga semua akan
mengetahui tentang dirinya dengan namanya, sifat-sifatnya, dan
bentuknya.’
Kemudian awan itu lenyap dengan cepatnya.”

Al-Khatiib Al-Baghdadi meriwayatkan bahwa Aaminah (RA) berkata,
“Saat aku melahirkan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, aku melihat suatu awan besar
yang bersinar, di dalam mana kudengar kuda-kuda meringkik, sayap-
sayap terkepak, dan manusia-manusia bercakap. Awan itu meliputinya
sall-Allahu ‘alayhi wasallam dan ia sall-Allahu ‘alayhi wasallam pun lenyap dari pandanganku. Kemudian aku mendengar
suatu suara yang menyeru, ‘Bawalah Muhammad ke segenap penjuru Bumi.
Tunjukkanlah dia pada seluruh makhluq dan wujud spritual; pada Jinn,
manusia, malaikat, burung-burung, dan hewan-hewan liar. Berikan
padanya bentuk Adam, pengetahuan Seth (Syits), keberanian Nuh,
persahabatan Ibrahim, lidah Ismail, keqonaahan (kepenerimaan) Ishaq,
kefasihan Salih, kebijaksanaan Luth, kabar gembira dari Ya’qub,
kekuatan dari Musa, kesabaran Ayyub, ketaatan Yunus, perjuangan
Yasa’ (Joshua)
, perlindungan Dawud, cinta Daniel, rasa hormat yang
dimiliki Ilyas
, kesucian Yahya, dan kezuhudan ‘Isa, dan tenggelamkan
ia dalam sifat-sifat para Nabi.’
Lalu, awan itu menghilang dan
Muhammad menggenggam selembar kain sutra hijau yang tergulung rapat,
dengan air yang memancar dari dalamnya, dan seseorang berkata,
‘Hebat, hebat, Muhammad telah menggenggam seluruh alam; seluruh
makhluq di dalamnya telah masuk dalam genggamannya, tanpa satu pun
tersisa.’ Kemudian aku melihat padanya dan ia pun melihat padaku,
dan ia tampak bagaikan bulan purnama yang indah di waktu malam.
Semerbak wanginya menyebar bagai misik terbaik, dan tiba-tiba muncul
tiga orang, salah seorang dari mereka membawa kendi perak, yang kedua
bak mandi emerald, dan yang ketiga, membawa selembar kain sutra
putih, yang ia buka lipatannya. Ia kemudian mengeluarkan sebuah
cincin yang berkilau indah, lalu mencuci cincin itu dalam kendi tadi
tujuh kali, kemudian ia membuat cap (tanda) di antara kedua bahunya
sall-Allahu ‘alayhi wasallam dengan cincin itu, membungkusnya dengan sutra tadi, dan
akhirnya membawanya di bawah sayap-sayapnya dan memberikannya kembali
kepadaku.”

Ibn ‘Abbas (RA) meriwayatkan, “Ketika Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam dilahirkan,
Ridwan, penjaga Surga, berujar di telinganya mengatakan,
‘Berbahagialah, oh, Muhammad, pengetahuan apa pun yang dimiliki nabi
lainnya, engkau pun telah dikaruniai pengetahuan dan ilmu itu. Karena
itulah, engkaulah yang paling berpengetahuan dan memiliki hati paling
berani, di antara mereka.’”

Ibn ‘Abbas (RA) juga meriwayatkan bahwa Aminah (RA) berkata,
“Ketika aku melahirkan Nabi, bersamanya keluar suatu cahaya yang
menerangi ruang di antara timur dan barat. Ia lalu terjatuh ke tanah,
bersandar pada kedua tangannya, mengambil segenggam tanah,
menggenggamnya, kemudian menengadahkan kepalanya ke Langit.”

At-Tabarani meriwayatkan pula bahwa ketika ia terjatuh ke tanah, ia
menarik jari-jarinya bersamaan, dengan jari telunjuknya mengambil
sikap menunjuk, bersaksi atas keesaan (Tawhid) Allah.

‘Utsman ibn Abi il Aas meriwayatkan bahwa ibunya, Fatimah berkata,
“Pada saat kelahiran Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam aku melihat rumah itu dipenuhi
cahaya-cahaya dan bintang-bintang pun bergerak mendekatinya hingga
aku berpikir bahwa mereka akan jatuh menimpaku.”

Al Irbadh ibn Sariya meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Aku adalah hamba Allah, dan Penutup para Nabi, dari sejak zaman
ketika Adam masih dilempar dari tanah liat. Aku akan menjelaskan hal
ini padamu: akulah jawaban dari doa ayahku Ibrahim, kabar gembira
yang dibawa ‘Isa, dan firasat (visi) yang dilihat oleh ibuku. Ibu
para Nabi sering melihat firasat/visi.” Ketika ibu Nabi melahirkan
beliau, ia pun melihat suatu cahaya yang menerangi istana-istana
Syria. Dan inilah apa yang dimaksud pamannya Al Abbas (RA) ketika ia
mengatakan dalam syairnya, “Ketika dirimu dilahirkan, bumi bersinar
dan cakrawala menjadi terang dengan cahayamu. Kami berjalan dalam
cahaya itu dan dalam jalur-jalur kebenaran.”

Ibn Sa’ad meriwayatkan bahwa ketika Aminah (RA) melahirkan Nabi
sall-Allahu ‘alayhi wasallam ia sama sekali tak mengalami pendarahan nifas (meconium)
dengannya.

Mengenai cahaya yang menerangi istana-istana Syria, Lebanon,
Palestina, dan Jordania, ada suatu referensi di sini bahwa kerajaan-
kerajaan ini menerima manfaat/barakah dari cahaya kenabian Muhammad
(SAW), karena tempat-tempat ini adalah wilayah kedudukan beliau.
Telah dikatakan pula, “Kenabian tidak lagi berada dalam Anak-anak
Israel, wahai orang-orang Quraisy. Demi Allah, Muhammad akan memimpin
kalian untuk memiliki suatu pengaruh yang demikian besar hingga akan
diperbincangkan dari timur hingga barat.”

bersambung ke bagian 2 Kelahiran Nabi…

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [7]: Kelahiran Nabi

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [7]: Kelahiran Nabi

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Kelahiran Ajaib dari Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam (bagian 2)

Di antara keajaiban-keajaiban kelahiran Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam telah diriwayatkan
pula oleh Ya’qub ibn Sufyan, dengan rawi-rawi yang hasan, dalam Fath
Al Bari
[1]. Ia berkata bahwa Istana Kisra, kaisar dari Persia berguncang
dan empat belas balkonnya runtuh; air Danau Tiberia menguap habis;
api Persia padam (menurut berbagai riwayat, api ini telah menyala non-
stop selama seribu tahun); dan di Langit keamanan diperketat, dengan
dipenuhi lebih banyak penjaga dan bintang penembak yang mencegah
setan bersembunyi di sana untuk mencuri berita-berita langit.

Menurut suatu riwayat dari Ibn ‘Umar (RA) dan yang lain, Nabi
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam dilahirkan dalam keadaan telah terkhitan dan tali
pusarnya telah terputus. Anas (RA) meriwayatkan bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam
bersabda, “Salah satu dari tanda-tanda kehormatan yang telah
dikaruniakan Tuhanku adalah bahwa aku dilahirkan dalam keadaan
terkhitan, dan tak seorang pun melihat bagian pribadiku.”

Ada beberapa pendapat berbeda berkenaan dengan tahun kelahiran Nabi
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Mayoritas setuju bahwa beliau dilahirkan dalam Tahun
Gajah, dan bahwa beliau dilahirkan lima puluh hari setelah peristiwa
gajah Abrahah, dan kelahiran beliau adalah pada saat fajar malam
kedua belas di bulan Rabi’u al-Awwal. Ibn ‘Abbas (RA) berkata,
“Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam dilahirkan di hari Senin, diberikan kenabiannya pada
hari Senin, berhijrah dari Makkah ke Madinah di hari Senin, tiba di
Madinah di hari Senin, dan membawa batu hitam (Hajar al-Aswad) juga
di hari Senin; selain itu, peristiwa Fathu Makkah (kemenangan Makkah)
dan turunnya Surat Al-Maa-idah keduanya adalah pada hari Senin.”

‘Abdullah ibn Amr ibn Al Aas (RA) berkata, “Ada seorang pendeta di
Marr Al Zhahran, termasuk dari golongan orang-orang Syria, yang
namanya adalah Easa. Ia biasa berkata, ‘Sudah tiba saatnya bahwa di
kalangan orang-orang Makkah, akan lahir seorang anak yang kepadanya
akan berserah diri seluruh kaum Arab, dan orang-orang non-Arab akan
berada di bawah kekuasaannya. Ini adalah waktu baginya.’ Kapan saja
seorang bayi laki-laki baru dilahirkan, ia biasa bertanya tentangnya.
Pada hari kelahiran Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, ‘Abd al-Muttalib pergi ke luar
dan mengunjungi Easa. Ia keluar dan berkata padanya, ‘Semoga engkau
adalah ayah dari jabang bayi yang baru lahir yang terbarakahi yang
telah kuceritakan padamu tentangnya. Aku pernah mengatakan bahwa ia
akan dilahirkan di hari Senin, menerima kenabiannya di hari Senin,
dan wafat di hari Senin.’ Abd Al-Muttalib menjawab, ‘Malam ini,
saat fajar, aku memiliki bayi yang baru lahir.’ Sang pendeta
bertanya, ‘Kau beri nama apa dia?’ ‘Abd Al-Muttalib menjawab,
‘Muhammad’. Easa berkata, ‘Aku telah mengantisipasi bahwa bayi
yang baru lahir ini akan berasal dari masyarakatmu. Aku punya tiga
tanda atasnya: bintangnya muncul kemarin, ia dilahirkan hari ini, dan
namanya Muhammad.’ Pada kalendar matahari, hari itu adalah 20 April
dan diriwayatkan bahwa beliau lahir di malam hari.”

‘Aisyah (RA) berkata, “Ada seorang pedagang Yahudi berada di Makkah
pada malam saat mana Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam dilahirkan. Dia bertanya, ‘Wahai,
kaum Quraisy, adakah seorang bayi yang baru dilahirkan di antaramu?’
Mereka menjawab, ‘Kami tidak tahu.’ Ia berkata, ‘Malam ini, Nabi
dari ummat terakhir ini dilahirkan. Di antara kedua bahunya ada suatu
tanda yang terdiri atas beberapa rambut di atasnya seperti rambut
leher kuda.’ Mereka menemani Yahudi itu dan pergi ke ibunda Nabi,
dan bertanya padanya apakah mereka dapat melihat putranya. Ia pun
membawa putranya yang baru lahir kepada mereka dan mereka membuka
punggungnya dan melihat tanda kelahiran itu, saat mana sang Yahudi
jatuh pingsan. Ketika ia kembali sadar, mereka bertanya padanya,
‘Celakalah kamu. Apa yang telah terjadi padamu?’ Ia menjawab,
‘Demi Allah, kenabian telah pergi meninggalkan anak-anak
Israel.’

Al Hakim meriwayatkan bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam dilahirkan di Makkah dalam rumah
Muhammad bin Yousif. Beliau disusui oleh Tsuwaiba, budak perempuan
yang dibebaskan oleh Abu Lahab. Abu Lahab membebaskannya karena
Tsuwaiba telah membawa berita gembira akan kelahiran Nabi. Setelah
kematian Abu Lahab, Abu Lahab pernah terlihat dalam sebuah mimpi, di
mana ia ditanya, “Bagaimana keadaanmu?” Abu Lahab menjawab, “Aku
berada dalam Neraka. Namun, aku mendapatkan istirahatku setiap hari
Senin, saat mana aku mampu menyedot dan meminum air dari titik ini
yang terletak di antara jari-jariku,” dan ia menunjukkan dengan dua
dari ujung-ujung jarinya. “Ini adalah keajaiban yang kuterima karena
aku membebaskan Tsuwaiba saat ia membawa berita gembira kelahiran
Nabi padaku.”

Ibn al Jazri berkata, JIKA ABU LAHAB, YANG KAFIR, YANG DICELA DALAM
SUATU WAHYU AL QURAN, TETAP SAJA DIBERIKAN BALASAN ATAS
KEBAHAGIAANNYA DI SAAT KELAHIRAN NABI (SAW), BAGAIMANA DENGAN KAUM
MUSLIM DARI UMMAT BELIAU YANG BERGEMBIRA DI SAAT KELAHIRAN BELIAU
(MAULID NABI) DAN MELAKUKAN YANG TERBAIK UNTUK MERAYAKANNYA KARENA
KECINTAAN MEREKA PADA BELIAU?
Demi jiwaku, pahala dan balasan mereka
dari Allah, Yang Maha Pemurah akan berupa masuknya mereka ke dalam
surga-surga kebahagiaan yang dipenuhi karunia-karunia Allah.”

UMMAT ISLAM SELALU MERAYAKAN BULAN KELAHIRAN NABI SUCI KITA (SALL-
ALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM) DENGAN MENYELENGGARAKAN PESTA, MEMBERIKAN
BERBAGAI BENTUK SADAQAH, MENGEKSPRESIKAN KEBAHAGIAAN MEREKA, MENAMBAH
AMAL PERBUATAN BAIK MEREKA, DAN MEMBACA DENGAN HATI-HATI RIWAYAT
KELAHIRAN MUHAMMAD (SALL-
ALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM)
. Sebagai balasannya, Allah mengaruniakan
pada orang-orang beriman dengan barakah yang berlimpah di bulan ini.
Telah dibuktikan bahwa salah satu dari sifat-sifat kelahiran Nabi,
yang disebut sebagai Mawlid, adalah memberikan keselamatan sepanjang
tahun dan kabar gembira akan dipenuhinya semua harapan dan keinginan.
SEMOGA ALLAH SWT MELIMPAHKAN RAHMAT-NYA PADA SETIAP ORANG YANG
MERAYAKAN MALAM-MALAM BULAN KELAHIRAN MUBARAK MUHAMMAD (SALL-ALLAHU
‘ALAIHI WASALLAM) INI
.

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org
[1] Syarah/Penjelasan/Tafsir Hadits Bukhari, karya Syaikhul Muhadditsin (Guru para Ahli Hadits) Ibn Hajar al-Asqalani

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [8]: Keajaiban Bayi Muhammad SAW

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [8]: Keajaiban Bayi Muhammad SAW

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Seorang Bayi yang Penuh Keajaiban

Halimah (RA) mengatakan, “Aku datang ke Makkah bersama beberapa perawat penyusu bayi dari suku Bani Sa’d ibn Bakr, mencari bayi-bayi yang baru lahir. Saat itu adalah tahun yang buruk untuk mencari bayi susuan. Aku dan anakku tiba dengan mengendarai seekor keledai betina, sedangkan suamiku menuntun keledai betinanya yang tua dan tak memiliki setetes pun susu. Selama dalam perjalanan ini, kami bertiga tak dapat tidur di malam hari dan aku pun tak memiliki apa pun dalam dadaku untuk menyusui anak kami.”

“Ketika kami sampai di Makkah, setiap wanita dari kelompok kami
ditawari untuk menyusui Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), untuk menjadi ibu
susuannya. Tapi, semua menolak tawaran itu ketika tahu bahwa beliau
adalah seorang anak yatim. Pada akhirnya, tak seorang pun teman
wanitaku meninggalkan Makkah tanpa membawa seorang bayi, namun tak
seorang pun mau menyusui Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Saat akhirnya aku tak dapat
menemukan bayi susuan lain, aku berkata pada suamiku bahwa aku benci
jika aku menjadi satu-satunya wanita dalam kelompok kami yang harus
pulang kembali tanpa membawa seorang bayi, dan bahwa aku ingin
membawa anak yatim itu.”

“Saat aku pergi untuk menjemputnya, ia (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) sedang mengenakan pakaian
wol, lebih putih daripada susu. Bau wangi misik menebar darinya. Di
bawahnya terdapat sepotong kain sutra hijau, dan ia pun sedang
terbaring di punggungnya dalam suatu tidur yang amat nyenyak. Aku
berhati-hati untuk tak membangunkannya, karena keindahan dan
kemuliaannya. Dengan berhati-hati aku mendekatinya, dan menaruh
tanganku di dadanya, ia pun tersenyum dan membuka kedua matanya. Dari
kedua matanya muncul suatu cahaya yang terpancar hingga ke Langit,
sementara aku sedang melihatnya. Aku menciumnya di antara kedua
matanya dan memberikan padanya dada kananku, dan memberikannya susu
sebanyak yang ia mau. Kemudian aku pindahkan posisinya ke dada
kiriku, tapi ia menolak. Begitulah selalu caranya menyusu padaku.
Setelah ia puas, aku pun memberikan pada anak laki-lakiku bagiannya.
Segera setelah aku membawanya ke tendaku, kedua dadaku pun mulai
mengucurkan susu. Dengan karunia Allah, Muhammad minum hingga ia
puas, demikian pula saudara laki-lakinya (anak Halimah, peny.).
Suamiku pergi ke unta tua kami untuk memerah susu bagi kami, dan
lihat, ia penuh dengan susu. Suamiku memerah susu dari unta kami
cukup banyak buat kami berdua untuk kami minum hingga kami puas, dan
kami pun melalui suatu malam yang indah. Kemudian suamiku berkata,
‘Oh, Halimah, sepertinya kau telah mengambil suatu ruh yang
barakah.’ Kami melalui malam pertama dalam barakah dan karunia, dan
Allah terus memberikan pada kami lebih banyak dan lebih banyak sejak
kami memilih Muhammad.”

“Aku pun memohon pamit pada ibunda Nabi, dan menunggangi keledai
betinaku, sambil membawa Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) di kedua tanganku. Keledaiku
mengejar dan melampaui semua hewan milik orang-orang lain yang datang
sebelumnya bersamaku, mereka melihat hal ini dengan penuh rasa
takjub. Saat kami tiba di kampung Bani Sa’d, suatu kampung yang
merupakan salah satu bagian paling kering dari tanah ini, kami
menemukan domba-domba kami penuh dengan susu. Kami memerahnya dan
dapat meminum banyak-banyak dalam suatu masa di mana tak seorang pun
lainnya mampu menemukan setetes pun susu dalam suatu kelenjar perah.
Yang lain mulai menceritakan hal ini pada yang lainnya, ‘Pergilah
merumput ke tempat gembala putri Abu Tsu’aib biasa pergi.’ Tetap
saja, domba-domba mereka kembali dalam keadaan lapar, tanpa susu
ditemukan dalam tubuh mereka, sedangkan domba-dombaku kembali penuh
dengan susu.”

Paman Nabi, Al ‘Abbas (RA) berkata, “Wahai, NabiyAllah, yang
membuat diriku masuk dalam agamamu adalah karena aku menyaksikan
salah satu tanda kenabianmu. Aku melihatmu dalam tempat tidur bayimu
(ketika Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) masih kecil) sedang bercakap dengan lembut pada
bulan dan menunjuknya dengan jarimu. Dan bulan itu bergerak di langit
ke arah mana pun kau menunjuknya.” Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Saat
itu, aku memang sedang bercakap dengannya, dan ia pun berbicara
kepadaku, mengalihkan perhatianku agar tak menangis. Aku dapat
mendengar suara sujudnya di bahwa ‘Arasy.”

Dalam Fath Al Bari diriwayatkan pula bahwa Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) berbicara ketika saat pertama ia dilahirkan.

Ibn Sab’ menyebutkan bahwa tempat tidur bayi Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam)
diayun-ayun oleh para Malaikat.

Ibn ‘Abbas (RA) mengatakan bahwa Halimah (RA) biasa meriwayatkan
bahwa ketika ia pertama kali menyapih Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), ia (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) berbicara,
dan berkata, “Allah (SWT) paling Agung dalam Keagungan-Nya, dan
segala puji hanya bagi Allah, dan Maha Suci Allah di permulaan dan di
akhir.” (Allahu Akbar Kabiiran, wal hamdu lillahi katheeran, wa
subhanallahi bukratan wa ashiilan.)
Saat ia telah tumbuh lebih besar,
ia biasa pergi keluar, dan ketika ia melihat anak-anak lain bermain,
ia akan menghindari mereka.

Ibn ‘Abbas (RA) berkata bahwa al Shayma’a (RA), saudara tiri
perempuan Nabi, menyaksikan bahwa sebagai seorang anak laki-laki,
beliau dinaungi suatu awan. Awan itu berhenti ketika beliau berhenti
dan bergerak ketika beliau bergerak. Beliau tumbuh tidak seperti anak
laki-laki biasa. Halimah berkata, “Ketika aku menyapihnya, kami
membawanya ke ibunya, sekalipun kami masih menginginkan agar ia
tinggal bersama kami lebih lama karena semua barakah yang telah kami
saksikan ada padanya. Kami meminta pada ibunya untuk mengizinkannya
tinggal lebih lama dengan kami sampai ia tumbuh lebih kuat, karena
kami khawatir atasnya tinggal di lingkungan yang tak sehat seperti
Makkah. Kami terus meminta sampai akhirnya ibunya menyetujui untuk
mengirimkannya kembali bersama kami.”

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org

mualimdelft.nl

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [9]: Keajaiban di Masa Kanak-Kanak

Dari Kitab Al-Mawahib Al-Qastallani [9]: Keajaiban di Masa Kanak-Kanak

muslimdelft.nl

Pengantar

Kitab Mawahibul Laduniyyah bil Minah al-Muhammadaniyyah (Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah) ditulis oleh Imam Ahmad Shihabuddin ibn Muhammad ibn Abu Bakr al-Qastallani (wafat 923H/1517 M), seorang ahli hadits yang mengarang syarah Sahih Bukhari (Irsyad as-Sari). Kitab Mawahib karangan beliau ini adalah kitab yang berisi biografi Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

===============================================

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin Sayyidina
Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi ajma’in

dari
Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihab Al Deen Al Qastallani

Keajaiban di Masa Kanak-kanak

“Demi Allah, dua atau tiga bulan setelah kami kembali, ketika kami sedang mengurus beberapa hewan ternak kami di belakang rumah kami, saudara tiri laki-laki Nabi datang, berlari, dan berteriak, ‘Saudara laki-laki Quraisy-ku. Dua orang laki-laki mendatanginya memakai pakaian putih. Mereka membaringkannya dan membedah perutnya.’ Ayahnya dan diriku pun berlari mencarinya. Ia tengah berdiri dan warna kulitnya berubah. Ayahnya memeluknya dan bertaya, ‘Wahai anakku, apa yang telah terjadi padamu?’ Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) menjawab, ‘Dua orang laki-laki yang memakai kain putih mendatangiku. Mereka membaringkan tubuhku dan membedah perutku hingga terbuka. Mereka mengambil sesuatu darinya dan membuangnya, kemudian menutup perutku kembali seperti semula.’ Kami membawanya ke rumah dan ayahnya berkata, ‘Wahai Halimah, aku takut sesuatu telah terjadi pada anak kita yang satu ini. Mari kita kembalikan dia pada keluarganya sebelum keadaannya bertambah buruk.’ “

“Kami pun mengembalikannya kepada ibunya di Makkah. Ibunya berkata, ‘Apa yang membuatmu mengembalikannya padahal sebelumnya dirimu bersikeras untuk memeliharanya?’ Kami pun memberitahukan padanya bahwa kami khawatir bahwa sesuatu yang buruk mungkin terjadi padanya. Ibunya berkata lagi, “Tak mungkin seperti itu, jadi, katakan padaku yang sesungguhnya.” Sang ibu bersikeras hingga kami pun menceritakan padanya kejadian yang terjadi padanya (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Sang ibu (Aminah, peny.) pun bertanya, ‘Takutkah dirimu bahwa Setan telah berbuat sesuatu padanya? Tidak! Demi Allah, tak mungkin Setan dapat menyentuhnya. Anakku ini akan menjadi seseorang yang memiliki kedudukan luhur. Kalian boleh meninggalkannya sekarang.’”

Dalam hadits dari Syaddad ibn ‘Aws (RA) diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Aku pernah menjadi seorang anak susuan di Bani Sa’d ibn Bakr. Suatu hari saat diriku tengah berada di lembah bersama anak-anak laki-laki seusiaku, tiba-tiba muncul tiga orang. Mereka membawa sebuah bak mandi emas yang terisi penuh dengan es, kemudian mereka mengambilku dari teman-temanku, yang berlarian ke belakang ke suatu sudut. Salah satu dari ketiga orang itu membaringkan diriku dengan lembut ke atas tanah dan membelah perutku dari atas dadaku hinggu bagian tulang pinggangku. Saat itu aku mampu melihatnya dan tak merasakan sedikit pun rasa sakit. Ia mengambil keluar organ-organ dari dalam tubuhku dan mencucinya dengan seksama dengan es tadi. Kemudian mengembalikan organ-organ itu ke dalam tubuhku. Orang yang kedua bangkit dan menyuruh kawannya yang pertama tadi untuk menepi. Ia meletakkan tangannya ke atasku, memindahkan jantungku sementara aku melihatnya. Ia membelahnya, lalu mengambil keluar segumpal daging hitam, dan membuang daging hitam itu, kemudian menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri, seakan-akan menerima sesuatu. Tiba-tiba, mewujud sebuah cincin di tangannya yang terbuat dari suatu cahaya menyilaukan. Ia mencap jantungku dengan cincin itu, hingga dengannya jantung itu berisi kemilauan cahaya. Itu adalah cahaya kenabian dan hikmah. Ia kemudian mengembalikan jantungku ke dalam dadaku dan aku merasakan kesejukan cincin itu dalam jantungku untuk jangka waktu yang lama. Orang yang ketiga menyuruh temannya untuk menepi. Ia menaruh tangannya ke atas bagian tubuhku yang terbelah dan seketika itu pula sembuh dengan izin Allah. Ia kemudian meraih tanganku dan dengan lembut membantuku bangkit sambil berkata pada orang yang pertama, ‘Timbanglah ia dengan sepuluh orang dari ummatnya.’ Aku pun melebihi mereka dalam timbangan. Kemudian ia berkata lagi, ‘Timbanglah ia dengan seratus orang dari ummatnya.’ Aku pun lebih berat dari itu. Kemudian ia berkata kembali, ‘Timbanglah ia dengan seribu orang dari ummatnya.’ Aku lebih berat dari mereka. Kemudian ia pun berkata, ‘Seandainya kalian menimbangnya dengan keseluruhan dari ummatnya pun, ia tetap akan lebih berat daripada mereka.’ Mereka semua memelukku, mencium dahiku dan ruang di antara kedua mataku sambil berkata, ‘Wahai, yang terkasih, seandainya saja kau mengetahui kebaikan apa yang tengah menanti dirimu, tentu kau akan berbahagia.’” Penimbangan di sini bermakna penimbangan moral/akhlaq. Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dengan demikian, unggul dalam semua sifat dan keistimewaan.

Pencucian dada suci beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) terjadi pula di waktu lain ketika Jibril AS membawa kepada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) wahyu di Gua Hira’ dan sekali lagi pada malam Mi’raj (Kenaikan ke Langit). Abu Nu’aim meriwayatkan dalam Al-Dala’il, pembelahan dada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) terjadi pula saat beliau berumur dua puluh tahun. Hikmah dari pembelahan dada suci beliau di masa kanak-kanaknya serta pembuangan daging hitam, adalah untuk membersihkan beliau dari sifat-sifat kekanak-kanakan, sehingga beliau akan memiliki sifat-sifat seorang laki-laki dewasa. Pertumbuhan beliau pun, dengan demikian terjadi secara murni sempurna tanpa cacat. Beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dicap/ditandai dengan cap kenabian yang terletak di antara kedua bahunya yang memiliki wangi misk dan nampak bagai sebutir kecil telur burung ‘partridge’.

Ibn ‘Abbas (RA) dan yang lainnya meriwayatkan bahwa ketika Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) berumur enam tahun, ibundanya dan Ummu Aiman (RA) membawanya selama sebulan mengunjungi paman dari sisi ibunya dari Bani Adiy ibn An-Najjar di Dar al-Tabi’a di Yatsrib. Di suatu waktu kemudian hari, beliau mengingat-ingat peristiwa-peristiwa yang terjadi saat beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) tinggal di sana. Saat melihat ke suatu rumah tertentu, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Ini adalah (rumah) tempat ibuku dan diriku pernah tinggal. Aku belajar berenang di sumur milik Bani Adiy ibn Al Najjar. Sekelompok orang Yahudi biasa mengunjungi tempat ini untuk melihat diriku.” Ummu Aiman (RA) berkata, “Aku mendengar salah seorang dari Yahudi-Yahudi itu berkawa bahwa Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari ummat ini, dan bahwa tempat ini adalah tempat hijrah beliau. Aku mengerti semua yang mereka katakan.”

Beliau dan ibundanya kemudian bersiap untuk kembali ke Makkah, namun saat mereka tiba di suatu tempat bernama Al Abwa’, tidak jauh dari Yatsrib, ibundanya jatuh sakit keras. Al Zuhri meriwayatkan dari Asma’ binti Rahm, dari ibunya, “Aku berada bersama Aaminah, ibunda Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), saat ia terbaring sakit yang membawanya pada kematian. Pada saat itu, Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) masihlah seorang anak laki-laki berumur lima tahunan. Saat beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) duduk di sisi kepala ibundanya, sang ibu membacakan beberapa bait puisi, dan memandang wajah suci beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) sambil berkata, ‘Setiap yang hidup suatu saat pasti akan mati, segala sesuatu yang baru pastilah suatu saat akan menua, setiap keberlimpahan pastilah suatu saat akan berkurang. Aku kini tengah meregang maut, namun ingatanku selalu akan wujud, aku telah meninggalkan di belakangku kebaikan yang berlimpah, dan telah kulahirkan suatu Kesucian,’ kemudian sang ibu pun wafat. Saat itu, kami dapat mendengar Jinn menangisi kepergiannya.”

Telah diriwayatkan bahwa Aaminah bersaksi atas kenabian Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) setelah kematiannya. At-Tabarani meriwayatkan alam suatu rantai periwayatan dari A’isyah (RA) bahwa ketika Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) tiba di Al-Hajuun, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) demikian sedih dan berduka. Beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) tinggal di situ selama yang Allah kehendaki bagi beliau untuk tinggal di situ. Saat beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) kembali, beliau demikian bahagia dan bersabda, “Aku memohon pada Tuhanku ‘Azza wa Jalla, untuk menghidupkan kembali ibundaku. Allah melakukannya dan menghidupkannya kembali.” Juga telah diriwayatkan oleh baik Al-Suhaili maupun Al-Khateen bahwa A’isyah (RA) berkata bahwa Allah membangkitkan kembali kedua orang tua Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan keduanya bersaksi atas kenabian Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam).

Al-Qurtubi, dalam Al Tadhkira, berkata, “Keistimewaan dan keluhuran Akhlaq Nabi Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) tak pernah berhenti muncul dalam keseluruhan hidup beliau. [Karena itu] Mengembalikan kembali kedua orang tuanya untuk hidup sehingga mereka dapat beriman pada beliau, bukanlah suatu hal yang tak mungkin. Tak satu pun dalam hukum Agama Islam maupun logika yang berlawanan dengan hal ini.” Disebutkan dalam Qur’an Suci bahwa seseorang yang terbunuh di kalangan Bani Isra’el dibangkitkan hidup kembali untuk menunjukkan siapa yang telah membunuhnya. Lebih-lebih, Sayyidina ‘Isa ‘alaihissalam biasa membangkitkan orang yang mati hidup kembali. Seperti itu pula, Allah Ta’ala mengembalikan beberapa orang mati untuk hidup lagi lewat tangan-tangan Nabi kita (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Mengapakah tak mungkin bagi kedua orang tuanya untuk bersaksi atas kenabian beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) setelah mereka dibangkitkan hidup kembali, padahal peristiwa ini hanyalah menambah keunggulan dan keluhuran beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam)?

Al-Imam Fakhruddin Al-Razi berkata bahwa seluruh ayah-ayah [kakek moyang] dari Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Muslim, yang dibuktikan dengan sabda Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku dipindahkan dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci ke rahim-rahim perempuan yang suci pula.” Dan karena Allah Ta’ala telah berfirman, “Sungguh, orang-orang Musyrik adalah najis,” kita melihat di sini bahwa tak seorang pun dari kakek moyang beliau yang kafir.

Al Hafiz Shams Al-Din Al-Dimashqi berkata tentang hal ini demikian indahnya saat ia menulis:

“Allah karuniakan atas Nabi karunia berlimpah

Dan lebih banyak lagi, dan baginya Ia Ta’ala paling berbaik hati

Ia kembalikan ibunda beliau untuk hidup, juga ayahandanya

Hingga mereka pun dapat beriman padanya.

Hal itu adalah karunia yang lembut

Maka berimanlah pada mu’jizat-mu’jizat ini, karena Ia Ta’ala mampu atasnya

Meski sang makhluk adalah lemah.”

Ummu Aiman (RA) adalah perawat Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan bibinya setelah wafatnya ibunda beliau. Beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) biasa berkata tentangnya, “Ummu Aiman adalah ibundaku setelah ibundaku.” Saat Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) berumur delapan tahun, kakek dan penjaga beliau, Abdul Muttalib pun wafat. Umurnya saat itu seratus sepuluh tahun (dalam riwayat lain, ia berumur seratus empat puluh tahun). Saat itulah, atas permintaan Abd Al-Muttalib, paman Muhammad (SAW), Abu Talib menjadi penanggung jawab beliau, karena ia adalah saudara kandung laki-laki dari ayahanda Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), ‘Abdullah.

Ibn Asakir meriwayatkan dari Jalhama ibn Urfuta bahwa Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Aku datang ke Makkahsaat musim kering. Beberapa orang laki-laki dari suku Qurasiy mendatangi Abu Talib dan berkata, ‘Wahai, Abu Talib, lembah-lembah tengah kering dan keluarga-keluarga tengah menderita. Mari kita pergi dan berdoa memohon hujan.’ Abu Talib pun keluar, dan bersamanya seorang pemuda yang nampak bagai ‘Matahari-setelah-Awan-menghilang’. Ia (sang pemuda) dikelilingi oleh anak-anak laki-laki lainnya. Abu Talib pun membawanya ke Ka’bah dan membuatnya berdiri dengan punggungnya membelakangi Ka’bah. Saat itu, bahkan tak nampak secuilpun awan di langit. Namun, sesaat setelah sang pemuda itu mengangkat kedua tangannya, awan pun mulai berdatangan dari segenap penjuru, dan hujan pun mulai turun. Lembah pun bersemi dan baik di dalam Makkah maupun di padang pasir sekelilingnya menjadi subur. Tentang mu’jizat ini, Abu Talib menulis bait-bait berikut:

‘Untuk ia yang memiliki wajah benderang,
hujan dikirimkan demi kemuliaan akhlaqnya,
Ia tempat berlindung para yatim,
Dan penyokong para janda.’”

TAMMAT

Allahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam

Catatan Kaki:
[*] diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari versi terjemahan bahasa Inggris di sunnah.org